by : Rakhmat Kusnadi
Istilah BYOD mungkin tidak asing buat Anda. Tetapi buat yang belum akrab, istilah ini adalah akronim dari “Bring Your Own Device”. Lalu apa hubungannya BYOD dengan viral marketing?
Laptop, smartphone atau tablet barangkali semua orang sudah punya. Dengan bantuan peranti itu orang mengelola pekerjaan. Atau bagi pelajar, mahasiswa, bahkan ibu rumah tangga, device digunakan dalam kaitan aktivitas sehari-hari.
Singkat kata BYOD adalah gambaran masa kini tentang perilaku berinformasi.
Kalau dulu audiens cenderung pasif (hanya menerima informasi), sekarang audiens bisa membuat informasi sendiri atau menyebarkannya (aktif). Dari perilaku seperti ini muncul istilah viral.
Dikatakan viral, karena memang cara “berkembangbiak” informasi berlangsung seperti virus. Sebuah informasi menarik yang diterima akan di-share. Penerima share atas informasi yang di-share tadi melakukan re-share.
Jika informasi yang Anda buat menarik, lalu Anda men-share di Facebook, lalu ada 100 teman Anda melakukan re-share, berapa kira-kira orang yang akan diterpa oleh informasi itu? Bayangkan jika setiap masing-masing orang mempunyai – katakanlah – 100 orang fans atau followers.
Nah, sekarang bayangkan juga, jika Anda seorang marketer, membuat konten menarik, lalu Anda men-share di media sosial, kira-kira viralnya akan seperti apa ya? Tentu menyenangkan. Karena Anda sebenarnya sedang memainkan sebuah permainan yang dinamakan viral marketing.
Mengemas Konten, Menarik Perhatian
Yang perlu Anda ingat semua peranti dalam BYOD adalah tools. Dalam perspektif ilmu komunikasi peranti itu hanyalah medium (jamak: media) atau saluran (kanal). Jadi, yang dibawa ke mana-mana oleh manusia masa kini adalah saluran itu, lengkap dengan segala teknologi termutakhir.
Tetapi apa sesungguhnya yang dicari, dinikmati dan dibagi? Ya konten itu tadi.
Viral juga bagian dari content marketing. Dan istilah yang kedua adalah bagian dari strategi marketing.
Lalu bicara konten, berarti kita tak hanya bicara artikel dalam bentuk teks. Foto, gambar, infografis, video, juga masuk dalam ranah konten. Bahkan dalam pengertian yang lebih luas, sebuah tampilan web (di mana di dalamnya terkandung elemen bernama desain UI dan UX) juga disebut sebagai konten.
Tetapi sebelum pikiran kita ke mana-mana kita batasi konten dalam pengertian sajian cerita saja. Bentuknya boleh jadi sebuah artikel, foto, video atau infografis.
Berikut ini adalah beberapa hal penting untuk mengemas konten yang Anda buat menjadi lebih menarik, mudah dibagikan, dan menjadi viral. Konsep di bawah ini, merupakan penjabaran bebas atas tahapan yang dilalui konsumen saat memutuskan membeli sebuah produk. Namanya AISAS (Attention, Interest, Search, Action, Share)
Mengenal audiens berarti menyesuaikan dengannya. Menyampaikan konten kepada remaja beda cara, kemasan dan gaya dibanding orang dewasa. Padahal inti message-nya boleh jadi sama.
Buatlah ide pokok yang unik dan fokus pada apa yang akan disampaikan
Jika Anda menyampaikan sebuah konten dengan cara yang unik atau “tidak biasa” maka kecenderungan untuk diingat oleh audiens akan lebih besar.
Audiens senang dengan cerita yang mengalir. Ajaklah mereka untuk larut dalam cerita. Buatlah mereka turut merasakan sensasi cerita yang Anda bangun atas produk yang Anda tawarkan.
Pada hakikatnya audiens kurang menyukai informasi yang bersifat hard selling. Karena itu, pandai-pandailah “menyisipkan pesan” dari campaign yang Anda rancang dalam sebuah cerita. Anda juga dapat bercerita tentang segala manfaat atas produk atau jasa yang Anda tawarkan, sehingga membuat audiens tertarik dengan campaign Anda.
Jika Anda sering memerhatikan, cerita, foto, atau video yang banyak dibagikan di media sosial, punya satu kecenderungan: semuanya melibatkan emosi.
Konten berupa tulisan tentu akan menjadi lebih menarik jika dibarengi visual yang juga menarik (foto, gambar ilustrasi, infografik atau video). Sebaliknya, semua media visual lebih bermakna jika didukung oleh copywritting yang juga menarik.
Setelah semua pesan tersampaikan, ajaklah audiens Anda untuk mengambil tindakan. Tidak selalu ke link yang menyediakan penjualan. Tetapi bisa saja berupa tautan untuk mengenali lebih jauh tentang produk barang atau jasa yang ditawarkan. Istilah ini biasa disebut dengan Call to Action (CTA). Dalam konsep AISAS, bisa jadi setelah konsumen puas dengan barang yang diperoleh, ia akan men-share.